Kringet di Quarter Life: Passion atau Duit?
Saat masuk umur 20‑an, seringkali kita mikir: “Mau kerja yang bikin happy, atau yang bayarannya gemuk?” Di fase ini, yang dikenal sebagai quarter life crisis, banyak yang stuck antara passion karir dan gaji tinggi. Memilih passion berarti mengejar yang kamu suka, tapi prosesnya bisa butuh waktu dan pengorbanan. Sementara mengejar penghasilan besar sering terasa lebih aman, tapi kadang bikin hati nggak se‑kenyang.
Demi keseimbangan, penting paham bahwa passion karir memberikan energi jangka panjang, sedangkan gaji tinggi mendukung stabilitas finansial. Kombinasi keduanya adalah kunci agar kamu tetap enjoy dan merasa sukses.
Mengukur Passion: Lebih dari Sekadar Hobi
Sering kita salah kaprah mengira passion = hobi. Padahal passion itu suatu hal yang bisa menghasilkan sesuatu, bikin kamu proud, dan mau kamu tekuni meski belum bayar mahal. Coba cek: apa yang membuat kamu tergugah pagi-pagi? Apa yang membuat kamu bisa lupa waktu karena asyik berkarya? Kalau jawabannya ada—selamat, itu sinyal passion karirmu.
Namun, yang paling penting adalah melihat value dan potensi income-nya. Ada passion yang bisa jadi profesi dan menghasilkan, tapi ada juga passion yang lebih cocok jadi side‑hustle. Jadi, jangan lupa timbang antara passion dan potensi penghasilan yang realistis secara usaha dan pasar.
Gaji Tinggi: Jangan Hanya Nominal
Saat orang ngomong soal gaji tinggi, sering yang terpikir cuma angka di slip gaji. Padahal, total kompensasi bisa jauh lebih dari itu: tunjangan, bonus, fasilitas, training, atau peluang promosi. Misalnya, sebuah posisi teknikal bisa mulai dari Rp7‑10 juta, tapi dengan tunjangan dan training, nilai kompensasi bisa naik drastis.
Jadi, sebelum ambil tawaran, pelajari total compensation package-nya. Kalau cuma lihat gaji pokok, kamu bisa salah langkah. Ingat juga beban kerja, jam lembur, dan stres kerja – semua itu punya ‘harga’ tersendiri juga.
Keseimbangan: Passion + Penghasilan = Sukses
Pilih passion atau gaji tinggi bukan berarti mutlak pilih salah satu—melainkan bagaimana kamu bisa menggabungkan keduanya. Strateginya bisa dengan:
- Mulai dari pekerjaan bergaji yang bisa menawarkan waktu luang untuk mengembangkan passion (side project atau freelance).
- Bangun skill yang marketable dari passion-mu, agar nilainya saat dikompetisikan tinggi.
- Survey industri dan peluang passion karir yang memang diminati pasar.
Langkah-langkah ini bikin kamu nggak cuma punya gaji tinggi, tapi juga tetap bangga dan termotivasi dalam pekerjaan.
Dari Cerita Quarter‑Life: Studi Kasus Singkat
Ambil contoh: Nina, lulusan design komunikasi visual, bekerja kantoran di bidang marketing dengan gaji Rp8 juta. Sisi passionnya dalam ilustrasi ia pelihara lewat job freelance akhir pekan, yang tiap bulan bisa menambah Rp3‑5 juta. Setelah setahun, ia mulai dapat klien yang lebih besar, hingga akhirnya ia resign dan buka studio kecil sendiri. Di sini terlihat bahwa Nina menggunakan strategi hybrid: mengambil gaji stabil sambil perlahan mengembangkan passion sampai akhirnya bisa menjadi full‑time passionpreneur. Ini salah satu outcome ideal dari pilihan karir yang seimbang.
Memilih antara passion atau gaji tinggi di tahap quarter life bukan soal benar-salah, tapi soal strategi dan kesadaran diri. Passion memberi motivasi dan makna, sementara penghasilan tinggi memberi kenyamanan finansial. Saat kamu bisa jalankan dua-duanya secara seimbang, itulah karir yang sebenarnya memuaskan dan berkelanjutan.